Guru Rasa Sastrawan

 


Pagi ini tanpa terencana saya berada di sebuah ruangan beraroma pujangga. Kalau memakai kata pujangga mungkin agak berlebihan, diganti sastrawan juga tidak apa-apa. Perlu mencari diksi yang lebih pas lagi untuk menggambarkan situasi pada saat ini.

Intinya, saya seorang guru yang baru saja diangkat menjadi pengawas,  seorang penulis satu buah buku solo, satu buah antologi puisi, dan sekitar 15 buku antologi, sekarang sedang terpana menyimak uraian materi Mas Gol A Gong. Seorang penulis luar biasa, seorang duta baca, yang menghasilkan karya luar biasa. 

Di kalangan guru, tentu saja apa yang saya lakukan sudah dianggap luar biasa. Tapi hati saya merasa kurang puas. Saya ingin menjadi guru rasa sastrawan. Bersanding dengan penulis hebat lainnya. Bukan sekedar penulis indi, punya buku dengan cara self publishing, dan menulis rame-rame dalam antologi.

Saya ingin menulis seperti Gol A Gong atau Mbak Dewi Rieka dengan tulisan yang diterima kalangan yang lebih luas. Ketika saya berada di ruangan seperti ini, rasanya seperti sedang men-charge semangat menulis yang dari dulu menunggu jalannya. Di forum seperti ini sekali lagi saya tersadar, saya belum apa-apa di dunia kepenulisan.  

Sebelumnya semangat menulis muncul saat ikut komunitas Kelompok Literasi Ungaran (Kelingan). Ini adalah sebuah tempat tanpa basa-basi dalam bedah karya, saling memberi masukan dan saling menyemangati untuk terus menulis. Namun, situasi membuat komunitas ini sempat vacuum.  Rasa kangen membuncah saat ketemu teman-teman Kelingan di forum ini. Ada mas kafha dan Mbak Musyarofah. 

Sementara ini saya baru bisa bermimpi. Namun saya berharap, di usia yang sudah tidak muda lagi ini, saya masih berkesempatan untuk mewujudkan impian menjadi guru dengan rasa sastrawan.


Komentar

  1. Semangat, Bu Win. Mari belajar bersama. Meskipun sdh jelita, smg tetap eksis dgn karys

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer